-->

Candi Prambanan: Sejarah dan Tempat Wisata

Kompleks candi Prambanan terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, namun pintu masuk dan administrasinya berada di Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan candi Prambanan terletak pada dua lokasi, yaitu di Bokoharjo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan di Tlogo, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Candi Prambanan berjarak sekitar 17 kilometer arah timur laut dari kota Yogyakarta, 50 kilometer arah barat daya dari kota Surakarta dan 120 kilometer arah selatan dari kota Semarang, tepat di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. 

Sejarah Candi Prambanan

Candi Prambanan adalah sebuah candi Hindu terbesar di Indonesia. Saat ini, tidak diketahui pasti kapan candi ini dibangun dan oleh siapa, namun diduga bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh Raja Balitung Maha Sambu dari Wangsa Sanjaya. Kepercayaan ini didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang ditulis pada tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri dari halaman luar dan tiga pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron (pelataran dalam). Halaman luar adalah area terbuka yang mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dahulu dikelilingi oleh pagar batu yang sekarang hanya tinggal reruntuhannya. Saat ini, pelataran luar hanya merupakan pelataran kosong dan tidak diketahui apakah semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini. 
Pelataran tengah yang terletak di tengah pelataran luar, memiliki bentuk persegi panjang dengan luas 222 m2. Pada masa lalu, pelataran ini dikelilingi oleh pagar batu yang saat ini sudah rusak. Pelataran ini terdiri dari empat teras yang semakin tinggi naik ke dalam. 
Di teras pertama, terdapat 68 candi kecil yang dikelilingi oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Teras kedua memiliki 60 candi, teras ketiga memiliki 52 candi, dan teras keempat atau teras teratas memiliki 44 candi. Semua candi di pelataran tengah memiliki ukuran dan bentuk yang sama, yaitu dengan luas dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Kini, hampir semua candi di pelataran tengah sudah rusak dan hanya tersisa reruntuhannya. Pelataran dalam adalah pelataran yang paling tinggi dan dianggap sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini memiliki bentuk persegi empat dengan luas 110 m2 dan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. 
Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu, dan di setiap sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini, hanya gerbang di sisi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas, terdapat sepasang candi kecil yang memiliki bentuk bujur sangkar dengan luas 1,5 m2 dan tinggi 4 m. Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara-selatan. Barisan candi di barat terdiri dari 3 buah candi yang menghadap ke timur, yaitu Candi Wisnu di utara, Candi Syiwa di tengah, dan Candi Brahma di selatan. 
Sementara itu, barisan candi di timur terdiri dari 3 buah candi yang menghadap ke barat, yang disebut sebagai candi wahana karena masing-masing di namakan sesuai dengan binatang tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya. Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, Candi yang berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan Candi yang berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa. Keempat candi ini membentuk lorong yang saling berhadapan. Keenam candi tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama, yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang disebut Candi Apit.

Kisah Cerita Rama dan Shinta

Prabu Janaka, Raja dari kerajaan Mantili mempunyai seorang putri bernama Dewi Shinta. Raja mengadakan sebuah lomba untuk mencari calon suami bagi Dewi Shinta. Pangeran dari kerajaan Ayodya, Raden Rama Wijaya, berhasil menang dalam lomba tersebut. Namun, Prabu Rahwana, pemimpin dari kerajaan Alengka juga ingin menikahi Dewi Shinta. Ia meyakini bahwa Dewi Shinta adalah reinkarnasi dari seseorang yang telah lama ia inginkan yaitu Widowati.

Hutan Dandaka

Rama, Shinta, dan Lakshmana sedang berjalan di hutan Dandaka. Di sana, Rahwana diam-diam mengamati Shinta dan ingin mendapatkannya. Ia memerintahkan salah satu pengikutnya untuk menjadi Kijang Kencana untuk menarik perhatian Shinta. Shinta yang tertarik kepada kijang tersebut kemudian meminta Rama untuk menangkapnya. 
Rama kemudian pergi meninggalkan Lakshmana dan Shinta untuk memburu Kijang Kencana. Karena Rama tidak kembali lama, Shinta khawatir dan mengutus Lakshmana untuk mengejar Rama. Lakshmana kemudian menggambar lingkaran ajaib di sekitar Shinta untuk melindunginya. Namun, Rahwana kemudian mencoba untuk menculik Shinta setelah ia ditinggalkan sendirian, tapi gagal karena lingkaran ajaib tersebut. Rahwana kemudian berubah menjadi seorang pengemis tua, Shinta yang merasa kasihan keluar dari lingkaran untuk menolong pengemis tersebut. Setelah Shinta keluar dari lingkaran, Rahwana kemudian menculik Shinta dan membawanya ke Alengka. Rama menggunakan panah ajaibnya untuk memburu kijang yang sebenarnya adalah seorang raksasa bernama Marica. Pertempuran terjadi antara Rama dan Marica, Rama berhasil mengalahkan Marica dengan tembakan panahnya. Setelah itu, Lakshmana meminta Rama untuk kembali ke tempat Shinta.

Penculikan Shinta

Dalam perjalanannya ke Alengka, Rahwana bertemu dengan seekor burung bernama Jatayu yang mengenali Dewi Shinta sebagai putri Prabu Janaka dan berusaha untuk membebaskannya. Namun, Jatayu dikalahkan oleh Rahwana. Rama yang baru menyadari bahwa Shinta hilang, bertemu dengan Jatayu yang terluka dan marah mengira Jatayu yang menculik Shinta. Namun ia dicegah oleh Lakshmana dan diberitahu oleh Jatayu tentang apa yang sebenarnya terjadi sebelum Jatayu meninggal. Kemudian Hanuman, seekor kera putih yang diutus oleh pamannya, Sugriwa untuk mencari bantuan dalam mengalahkan Subali yang menculik Dewi Tara, wanita kesayangan Sugriwa. Rama kemudian memutuskan untuk membantu Hanuman dalam pertempuran melawan Subali.

Gua Kiskendo

Setelah berhasil menyelamatkan Dewi Tara, Sugriwa memberikan bantuan pada Rama dalam mencari Dewi Shinta dengan mengirimkan Hanuman sebagai utusannya menuju kerajaan Alengka sebagai bentuk terima kasih atas bantuannya dalam menyelamatkan Dewi Tara.

Taman Argasoka

Shinta ditemani oleh Trijata saat berada di taman kerajaan Alengka. Rahwana selalu mencoba untuk menjadikan Shinta sebagai istrinya, namun selalu ditolak oleh Shinta. Rahwana marah dan ingin membunuh Shinta, tetapi Trijata selalu berusaha untuk mencegahnya. Kemudian Shinta mendengar suara nyanyian dari Hanuman, yang mengatakan bahwa ia diutus oleh Rama untuk menolong Shinta. Hanuman kemudian merusak taman Alengka, dan ditangkap oleh anak Rahwana, Indrajid. Kumbakarna yang berusaha untuk menolong Hanuman malah diusir dari kerajaan. Hanuman yang divonis untuk dibakar hidup-hidup. 
Setelah mengirim Hanuman, Rama dan pasukannya membuat sebuah jembatan menuju kerajaan Alengka. Setelah jembatan selesai dibangun, Hanuman kembali dan memberikan informasi tentang kekuatan pasukan Alengka. Rama kemudian memberikan perintah kepada Hanuman, Hanggada, Hanila dan Jambawan untuk menyerang kerajaan Alengka.

Pertemuan Rama dan Shinta

Dalam pertempuran yang besar, pasukan Rama yang dipimpin oleh Rama melawan pasukan Alengka. Dalam pertempuran ini, beberapa karakter utama terbunuh, seperti Indrajid yang dibunuh oleh Lakshmana, Kumbakarna yang adik dari Rahwana juga terbunuh. Akhirnya, Rahwana sendiri terbunuh oleh panah Rama dan Gunung Sumawana yang dilempar oleh Hanuman. Setelah Rahwana dikalahkan, Shinta akhirnya bisa bertemu kembali dengan Rama. Namun, Rama merasa ragu apakah Shinta masih suci setelah diculik oleh Rahwana. Untuk meyakinkan Rama, Shinta memutuskan untuk membakar dirinya sendiri di depan Rama. Namun, dengan bantuan dari dewa api, Shinta selamat dari luka bakar. Pembuktian kesucian Shinta ini membuat Rama sangat bahagia dan menerima Shinta kembali sebagai istrinya.

Candi Disekitar Candi Prambana

Dataran Kewu atau Prambanan adalah daerah subur yang berada di antara lereng gunung Merapi di utara dan pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat perbatasan Sleman dan Klaten. Di daerah ini, terdapat banyak peninggalan arkeologi seperti candi-candi Buddha paling awal dalam sejarah Indonesia, serta candi-candi Hindu. Candi Prambanan yang terkenal dikelilingi oleh beberapa candi Buddha lainnya, seperti candi Lumbung dan Bubrah di sebelah utara, candi Sewu di utara lagi, candi Plaosan di timur, candi Kalasan dan Sari di barat, serta candi Sojiwan, Situs Ratu Baka yang terletak di atas perbukitan, candi Banyunibo, Barong, dan Ijo di selatan. Dataran Prambanan atau Dataran Kewu adalah kawasan yang sangat penting sejarahnya. Kawasan ini terletak antara lereng selatan gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat perbatasan Sleman dan Klaten. 
Kawasan ini dikenal karena banyaknya peninggalan bersejarah berupa candi-candi, seperti candi Prambanan, candi-candi Buddha, candi-candi Hindu, candi Lumbung, candi Bubrah, candi Sewu, candi Plaosan, candi Kalasan, candi Sari, candi Sojiwan, Situs Ratu Baka, candi Banyunibo, candi Barong, dan candi Ijo.  Keberadaan begitu banyak candi dalam jarak yang dekat menunjukkan bahwa kawasan ini pada zaman dahulu adalah kawasan penting dalam hal keagamaan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Letak candi Hindu dan Buddha yang berdampingan menunjukkan toleransi beragama yang sudah ada sejak zaman dulu. Diduga bahwa pusat kerajaan Medang Mataram terletak di kawasan ini. Keindahan dan kecanggihan candi-candinya menjadikan Dataran Prambanan sebanding dengan kawasan bersejarah terkenal lainnya di Asia Tenggara seperti Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.

Referensi

  • Aldiansyah, M. D. (2018). Keunikan Sejarah Candi Prambanan Yogyakarta. Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta.
  • Ibrahim, M. (1996). Kompleks Candi Prambanan dari masa ke masa. Direktorat perlindungan dan pembinaan peninggalan sejarah dan purbakala.
  • UNESCO Cultural Heritages and Symbol of Indonesian Peace and Religious Harmony, Hary Gunarto, International Journal of Current Multidisiplinary Studies. May 2019, pp. 993-997.
  • Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in Indonesia), pp. 16. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.
  • https://pariwisata.jogjakota.go.id
LihatTutupKomentar